Ilustrasi
BBM, BBM, dan BBM. Tiga huruf inilah yang belakangan ini rajin menghiasi layar-layar televisi, mengudara melalui siaran radio, dan dengan angkuhnya menjadi headline di media-media cetak beberapa hari belakangan ini. Ya, kenaikan BBM. Bicara mengenai kenaikan BBM, ada yang setuju, dan ada yang tidak setuju.
Sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, maka tak heran rakyat sering kali menunjukkan aspirasinya dengan cara berdemo di pinggiran jalan raya, di gedung-gedung pemerintahan, bahkan tak jarang berdemo di tengah jalan sehingga mengganggu pengguna jalan lain yang juga membayar pajak infrastruktur jalan tersebut. Tak jarang pula demo berujung kericuhan dan anarkisme, yang notabene bukanlah budaya asli ras manusia. Entah manusia apa yang masih terpikirkan untuk melakukan hal keji dan barbar seperti itu.
Mari kita lihat cuplikan berita berikut.
Demo Tolak Kenaikan BBM di Lamongan Ricuh, Satu Mahasiswa Diamankan
Ilustrasi demo ricuh
Awalnya, aksi mahasiswa di sekitar Tugu Adipura Lamongan yang berlangsung amann. Kericuhan terjadi setelah mahasiswa membakar sejumlah poster berisi tuntutan di tengah jalur poros Surabaya-Lamongan.
Polisi yang hendak memadamkan api kemudian merangsek para mahasiswa sehingga kericuhan pun tak bisa dihindari. Polisi dan mahasiswa pun kemudian terlibat baku hantam sehingga sejumlah mahasiswa mengalami luka lebam.
Kericuhan berlanjut saat polisi mengamankan salah seorang mahasiswa peserta aksi karena dianggap sebagai provokator. Sementara, mahasiswa yang mengalami luka lebam kemudian dibawa ke pinggir jalan poros untuk diobati.
Polisi kembali mengamankan mahasiswa saat massa mencoba menduduki Tugu Adipura yang tak jauh dari aksi mereka. Aksi dorong antara mahasiswa dengan petugas pun tak bisa dihindari.
Dalam aksinya, ratusan mahasiswa ini menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 17 Juni mendatang. Mahasiswa beralasan, kenaikan harga BBM akan menyengsarakan masyarakat miskin.
"Kenaikan harga BBM akan mendorong efek domino sehingga harga-harga kebutuhan pokok pun ikut terkerek naik," tegas Safaat, korlap aksi di lokasi, Kamis (13/6/2013).
Safaat mengatakan, mereka juga menuntut agar Presiden SBY dan Wapres Boediono untuk mundur karena dinilai gagal menyejahterakan Rakyat. "Kami akan beraksi dengan massa yang lebih besar lagi jika pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM," teriaknya.
Aksi yang dilakukan para mahasiswa ini juga membuat jalan poros Surabaya-Lamongan tersendat selama beberapa saat. Pasalnya, para mahasiswa ini melancarkan aksinya di tengah jalur poros Surabaya-Lamongan yang sedang dipadati kendaraan bermotor (fat/fat)
Seperti itulah pemandangan sehari-hari di berbagai media bila dikaitkan dengan isu kenaikan BBM. Demo yang berujung kericuhan, saking egoisnya sehingga akal sehat tidak jalan. Ada yang menutup jalan raya, dimana mereka tidak berpikir kalau ada orang sekarat di jalan yang mau menuju rumah sakit, tidak tertolong karena terlalu lama di jalan, pada akhirnya orang sekarat itu meninggal. Ada pula yang merusak kampus sendiri, yang mana kampus adalah sarana untuk mahasiswa menimba ilmu, eh, ujung-ujungnya dihancurkan karena keegoisan dan kepuasan pribadi, tanpa memikirkan orang lain dan investasi dari uang rakyat yang digunakan untuk membangun kampus tersebut.
Entah apa alasannya sehingga mereka rela melakukan hal-hal tersebut, apakah ada pihak yang mencoba menarik simpati masyarakat menggunakan politik praktis menjelang pemilu 2014? Ataukah hal itu murni berasal dari dalam diri pendemo yang risih dengan kenaikan BBM bersubsidi, ataupun hal itu karena kesombongan semata sebagai seorang mahasiswa?
Entah apa alasannya sehingga mereka rela melakukan hal-hal tersebut, apakah ada pihak yang mencoba menarik simpati masyarakat menggunakan politik praktis menjelang pemilu 2014? Ataukah hal itu murni berasal dari dalam diri pendemo yang risih dengan kenaikan BBM bersubsidi, ataupun hal itu karena kesombongan semata sebagai seorang mahasiswa?
Mari kita lihat pendapat saudara kita dari timur Indonesia berikut ini.
Sungguh ironis memang, sama-sama Indonesia, tetapi mendapat pelayanan yang berbeda. Sungguh beruntung saudara-saudara kita di Papua sana masih patuh terhadap pemerintah, disaat infrastruktur kurang memadai dan pelayanan pemerintah dapat dikatakan sangat minim. Berbeda dengan saudara-saudara kita yang dekat dengan ibukota negara, dimana mereka sudah dimanja dengan berbagai jenis infrastruktur modern dan pelayanan publik yang mudah, tetapi masih saja membandel, angkuh dan sombong. Siapa yang sebenarnya patut disalahkan? Hanya Tuhan yang tahu. Asalkan substansi BBM tidak berubah menjadi Bahan Bakar Masyarakat, semua akan baik-baik saja.